oleh

Apindo Desak Terbitkan PP Untuk Moratorium PKPU

PRESISINEWS.ID JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk moratorium atau menghentikan sementara gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan. Sebab, banyak perusahaan kolaps akibat pandemi Covid-19.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan, pandemi Covid-19 telah memukul keuangan perusahaan. Akibatnya banyak perusahaan yang mengajukan PKPU dan kepailitan.

Baca Juga: Ngirim Stiker Whatsapp Unsur Pornografi Potensi Dipidana

Usulan ini agar pemerintah membekukan Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan menerbitkan beleid moratorium melalui PP pengganti UU.

“Kami melihat terjadi peningkatan kasus pkpu dan juga kepailitan hal ini disebabkan kondisi ekonomi kita yang memang tidak seperti diharapkan pandemi Covid-19 dan hal ini mengakibatkan banyak perusahaan mengalami masalah keuangan,” katanya saat konferensi pers virtual, Selasa (7/9/2021).

Baca Juga: Terduga Satu Pelaku Kasus Pembunuhan di Taman Teluknaga Berhasil Diringkus Polisi

Hariyadi menambahkan, beberapa poin dalam pengajuan PKPU yang dinilai malah merugikan perusahaan. Padahal, tujuan dari pengajuan PKPU sendiri yaitu untuk memberikan hak kepada debitur dalam membayar utang.

“Dalam perjalanannya hal tersebut berujung tuntutan kepailitan dan format dari PKPU. Ini seharusnya forum debitur untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang tetapi justru 95 persen dipakai oleh kreditur yang mengajukan nah ini menjadi perhatian kami,” imbuh Hariyadi.

Baca Juga: Kapolri Berikan 1.000 Tabung Oksigen Untuk Warga Terkena Covid-19

Selain itu, Hariyadi juga menilai dalam voting kepailitan sebuah perusahaan tidak proporsional, khususnya merugikan perusahaan yang sehat. Dalam pemungutan suara terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kreditur yang mempunyai jaminan, dan kamar kedua kreditur on current.

“Nah kalau ditolak itu langsung pailit. Mekanisme pengambilan voting ini tidak proporsional di mana terbagi dua kamar yaitu pertama bagi kreditur mempunyai jaminan separatis dan kreditur on current nah pengambilan di dua kamar ini hasil nya itu kalau salah satu kamar tidak setuju jatuh tidak setuju,” jelas Hariyadi sebagai penutup.

(Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *