PRESISINEWS.ID BOGOR – Pidana penjara dan kurungan sebagai sanksi konvensional terhadap pelanggaran hukum memiliki dampak besar terhadap kondisi overcrowded atau kepadatan dan tidak optimalnya pembinaan di lapas dan rutan seluruh Indonesia.
Sadar akan pentingnya hal tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (DitjenPAS) menginisiasi optimalisasi penerapan keadalian restoratif sebagai solusi atasi overcrowded yang selama ini menjadi akar permasalahan pembinaan di lapas dan rutan.
Melalui Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Ditjenpas menggelar Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Surat Keputusan Nota Kesepahaman Bersama Tentang Implementasi Keadilan Restoratif, Rabu (16/3/2022).
BACA JUGA: Menkumham Minta Oknum Notaris Nakal Diberi Sanksi Tegas
Kegiatan ini melibatkan seluruh kementerian lembaga terkait penerapan penegakkan keadilan restoratif yakni Kejaksaan Agung RI, Kepolisian, Mahkamah Agung, Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan didukung oleh Center for International Legal Cooperation (CILC).
Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI Liberti Sitinjak saat membuka kegiatan FGD menyatakan Kegiatan penyusunan Nota Kesepahaman merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional Tahun 2022 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
BACA JUGA: Produksi Narkoba, Polres Jakarta Barat Tangkap Dua WNA Asal Iran
Ia menjelaskan bahwa, hasil riset DitjenPAS bersama dengan Center Detention Studies menunjukan bahwa jika tidak dilakukan langkah langkah progresif penanganan overcrowded melalui pengurangan jumlah narapidana yang masuk, maka prediksi overcrowded pada tahun 2025 bisa mencapai 136%, dengan jumlah narapidana sebanyak 311.534 orang.
“Dengan jumlah narapidana tersebut, artinya kita akan membutuhkan ruang hunian baru untuk sejumlah 179.427 orang narapidana, atau setara dengan 179 Lapas Baru dengan biaya pembangunan mencapai Rp. 35,8 Triliun belum termasuk untuk biaya makan narapidana sebesar Rp. 10,3 Trilun sampai dengan tahun 2025,” ungkap Sitinjak.
BACA JUGA: Kebanjiran Baja Murah Dari Tiongkok, Pemerintah Klaim Lindungi Prodak Nasional
“Dengan sinergitas antar aparat penegak hukum dalam penerapan keadilan restoratif, diharapkan pidana penjara benar-benar hanya menjadi pilihan terakhir. Sehingga dapat mengurangi beban hunian pada lapas/rutan,” pungkasnya.
(Red)
Komentar