PRESISINEWS.ID SERANG – Pemerintah dewasa ini fokus pada pembangunan infrastruktur jalan. Pembangunan tersebut di samping memicu pertumbuhan ekonomi, juga mengintegrasikan antarwilayah guna memperkuat NKRI. Pembangunan jalan tol dikembangkan di wilayah trans-Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.
Pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan besar. Dalam pelaksanaannya pemerintah menggandeng pihak swasta dengan cara privatisasi. Pembangunan jalan tol berimplikasi terhadap aspek sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan.
Dalam rangka menindaklanjuti UU Cipta Kerja Kementerian PUPR sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.
Berikut disampaikan pokok-pokok pikiran dari Hery Susanto (Ombudsman RI 2021-2026) dalam konsultasi publik yang membahas RPP Jalan Tol pada Kamis 4 Pebruari 2021 di Hotel Santika BSD City Serpong Banten yang digelar Kementerian PUPR Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.
Pertama, perlu dijelaskan pokok-pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal-pasal dalam RPP tersebut. Pasal-pasal yang dihapus, dirubah maupun ditambah yang menyesuaikan dengan UU Ciptaker;
Kedua, jalan tol merupakan barang publik (public good) yang cenderung alami perubahan menjadi barang quasi (quasi good) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik;
Ketiga, harus dicantumkan dalam klausul mengingat di RPP tersebut UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik;
Keempat, RPP harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni : kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban;
Kelima, keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni sebagai berikut : a. Kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi, terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi; b. Kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang; c. Melaju di ruas jalan tol mana pun belum nyaman; d. Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi; e. Kebijakan tarif naik setiap dua tahun sekali, pemerintah tidak fair karena SPM sudah tak terpenuhi. Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan setiap dua tahun naik terus.
Keenam, pemerintah harus segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya.
Jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodir aspirasi publik, bahkan dalam pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip pelayanan publik (UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik) maka dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik. Pada gilirannya hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktek maladministrasi di substansi penyelenggaraan jalan tol.
Komentar