oleh

Pelaksanaan PPDB 2021 Buruk, Ombudsman Banten Banyak Kasih Catatan !

PRESISINEWS.ID BANTEN – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten pantau dan mengawasi pelaksanaan Pendaftaraan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021 mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA/Sederajat wilayah Provinsi Banten.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten Dedy Irsan mengungkapkan hasil pantauan dan pengawasan melalui penerimaan informasi, pengaduan masyarakat, maupun obervasi, sampai pemeriksaan langsung di lapangan sedikitnya ada tujuh persoalan yang menjadi sorotan.

Pertama, Dedy membeberkan Website PPDB online untuk tingkat SMA yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten bermasalah. Dampaknya, sistem tersebut tidak bisa diakses oleh masyarakat maupun sekolah dan ditemukan persoalan lain yang menggangu di laman website.

“Terdapat laman tertentu yang tidak bisa ditampilkan (informasi penting bagi pendaftar). Laman monitoring hasil sementara tidak update (informasi tidak realtime) sehingga menyulitkan pendaftar untuk mengambil keputusan/tindakan. Misalnya untuk mengganti pilihan apabila hasil sementara menunjukkan tidak diterima di pilihan pertama dan kedua,” ungkap Dedy kepada PresisiNews.id, Kamis (24/6/2021)

“Ketidaksinkronan data yang diinput pendaftar dengan data keluaran dari sistem. Contoh: peserta dalam daerah malah dinyatakan luar daerah, pilihan sekolah dan NISN tidak keluar pada saat dicetak. Kemudian, kesulitan akses bagi operator sekolah yang diantaranya bertugas melakukan verifikasi sehingga terjadi pelambatan proses,” sambungnya.

Kedua, Dedy berujar terdapat kendala sistem online terjadi sejak hari pertama hingga hari keempat/terakhir yakni pada 21-24 Juni 2021. Menurut dia, upaya perbaikan yang dilakukan sejak hari pertama masih belum dapat mengatasi permasalahan yang dikeluhkan pendaftar dan tidak membuat sistem berjalan dengan stabil.

“Yang ketiga, tentu akibat kendala pada pendaftaran online dan kesimpangsiuran informasi, masyarakat mendatangi sekolah hingga dinas guna memperoleh penjelasan maupun melakukan pendaftaran secara offline. Masyarakat menghabiskan lebih banyak energi, biaya, dan waktu,” ujarnya.

Meskipun pendaftaran offline memang dimungkinkan sejak awal bagi yang memiliki keterbatasan mendaftar secara online. Namun, menurut Dedy kendala pada sistem online membuat kerumunan meningkat akibat banyak yang ingin melakukan pendaftaran di sekolah yang dirasa lebih pasti dan aman.

“Sekolah pun kesulitan mengantisipasi dan memberlakukan prokes. Itu yang keempat,” pungkasnya.

Walaupun diberlakukan sistem online, masyarakat atau pendaftar tetap diwajibkan mengantarkan berkas pendaftaran secara fisik ke sekolah. Pada dasarnya, Dedy berujar verifikasi berkas bisa dilakukan setelah dikeluarkan pengumuman (diberlakukan bagi yang sudah dinyatakan diterima).

“Hal ini seharusnya sudah dapat diantisipasi oleh Dinas melalui integrasi data pendidikan dan kerja sama dengan Dinas terkait. Akibatnya, masyarakat masih tetap mengantri untuk meminta legalisasi dokumen kependudukan,” tutur Dedy.

Keenam, ungkap Dedy setiap sekolah memberlakukan syarat tambahan selain persyaratan yang dipublikasikan melalui website ppdb maupun yang tercantum dalam regulasi. Syarat tambahan pun berbeda-beda di tiap sekolah. Contohnya antara lain: pas foto dengan latar belakang warna tertentu, fotokopi KTP orangtua, akta kelahiran dan kartu keluarga yang dilegalisir instansi terkait, dan surat pernyataan orangtua bermaterai.

“Informasi syarat tambahan seringkali baru diperoleh pada saat pendaftar datang ke sekolah,” kata dia.

Terakhir yang disorot, kanal atau saluran informasi dan pengaduan PPDB online (help desk) tidak responsif. Kalaupun merespon, kata Dedy tidak informatif dan tidak dapat membantu permasalahan pengadu sesuai kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. “Dari tiga nomor yang disediakan, hanya satu nomor yang memberikan respon meski kerap memberikan jawaban template,” tuturnya.

Ketua Ombudsman Banten ini menilai PPDB sebagai penyelenggaraan pelayanan penting bagi masyarakat sehingga perlu dilaksanakan dengan cermat, profesional, dan akuntabel.

“Permasalahan pada proses PPDB SMA tahun ini mencerminkan kemunduran tata kelola pendidikan di Provinsi Banten,” tandasnya.

Oleh karenanya, pihaknya minta Gubernur Banten dan jajaran khususnya Dinas Pendidikan Banten pertama, mengambil kebijakan yang diperlukan secara cepat dan tepat. Agar permasalahan PPDB tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.

“Kedua, kebijakan dimaksud perlu dibuat dengan payung hukum yang memadai dan dikomunikasikan kepada publik melalui berbagai kanal resmi Pemerintah Provinsi Banten serta media massa dalam waktu segera,” papar Dedy.

Selain itu, Dedy menyampaikan perlu di evaluasi secara menyeluruh terhadap instansi yang berwenang dan penanggung-jawab PPDB tahun ini. Kemudian, pihak ketiga atau vendor yang terlibat untuk mengidentifikasi permasalahan sebagai bahan perbaikan dan mengantisipasi supaya tidak berulang terjadi di masa yang akan datang.

“Harus juga membentuk tim yang dapat secara aktif berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya untuk menangani dan menyelesaikan laporan atau pengaduan maupun konsultasi masyarakat,” tandasnya.

Ombudsman Banten, kata Dedy mendorong supaya pemerintah daerah memperpanjang masa pendaftaran online dan memastikan sistem berjalan dengan baik.

“Jika masih belum dapat memastikan sistem berjalan dengan baik, sebaiknya mengambil kebijakan lain dengan payung hukum yang jelas untuk memastikan hak masyarakat tidak dirugikan,” tegasnya.

(Jum/Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *