oleh

Warga Cikupa Melawan Penggusuran Diduga Ilegal dari PT Langkah Terus Jaya

PRESISINEWS.ID TANGERANG – Warga RT 01 RW 01 Desa Cikupa, Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang melakukan perlawanan kepada PT Langkah Terus Jaya lantaran merampas tempat tinggal mereka dengan dalih memiliki dokumen Perjanjian Bangun Guna Serah yang diteken pemerintah desa setempat.

Kuasa Hukum Warga Septian Prasetyo mengatakan penggusuran tersebut yang dilakukan pihak PT Langkah Terus Jaya telah mengangkangi regulasi yang berlaku sehingga diduga kuat telah melakukan perbuatan ilegal dan melawan hukum.

Pasalnya, Septian menguraikan tentang MoU (Memorandum of Understanding) atau Nota Kesepakatan Desa Cikupa-PT Langkah Terus Jaya tentang Perjanjian Bangun Guna Serah diteken antara Mantan Kepala Desa Cikupa dengan PT. Langkah Terus Jaya diduga menyalahi prosedur karena tidak sesuai dengan Pasal 5 ayat 3 Permendagri no 96 Tahun 2017 tentang pengelolaan aset desa, yang berbunyi “pelaksanaan kerjasama desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama melalui kesepakatan musyawarah desa”.

“Kemudian pemerintah desa setempat tidak pernah membicarakan hal tersebut kepada warga dan hanya memanggil warga ketika telah terjadi perjanjian antara Pemerintah Desa Cikupa dengan PT. Langkah Terus Jaya (Perjanjian Bangun Guna Serah) serta hanya menyampaikan warga akan diberi uang kerohiman sebagai ganti bangunan sebesar Rp. 400.000 per luas bangunan,” ujar Septian kepada PresisiNews.id, Rabu (30/3/2022).

BACA JUGA: Caplok Tanah Puluhan Tahun, Warga Lebak Alami Ganguan Jiwa

Septian menilai MoU tersebut melanggar Peraturan Bupati Tangerang Nomor 77 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Aset Desa Pasal 38 menyebut Pemanfaatan melalui KSP, BGS atau BSG dilaksakanan setelah mendapat izin tertulis dari Bupati.

“Jadi selama belum mendapatkan izin tertulis dari Bupati Kabupaten Tangerang, maka dilarang melakukan kegiatan apapun dilokasi rencana pembangunan,” tandasnya.

Alasan terkuat lain, Septian berujar warga di lokasi penggusuran telah menduduki lahan mereka selama puluhan tahun lamanya dari sejak tahun 50an, bahkan sampai sekarang sudah anak cucu nya yang mendiami. Hingga sebagian dari mereka memiliki tanda bukti pembayaran pajak SPPT tahun 90an.

“Meski demikian, pemerintah tidak kunjung menerbitkan sertifikat yang dimohonkan. Padahal Pasal 1963 jo. 1967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjamin hak warga untuk memperoleh sertifikat setelah menduduki suatu lahan dengan itikad baik selama lebih dari 20 tahun,” katanya.

BACA JUGA: APDESI Dukung Jokowi Nambah Satu Periode, Politik Balas Budi ?

Salah satu Kuasa Hukum lainnya, Rio Arif Wicaksono mengatakan terkait sengketa kepemilikan lahan, pemerintah dalam hal ini pihak desa cikupa, seharusnya berkewajiban untuk menunjukkan bukti kepemilikannya berupa sertifikat berdasarkan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Namun, Rio mengungkap pihak desa cikupa mengakui sendiri bahwa mereka tidak memiliki sertifikat. Padahal tindakan penelantaran tanah termasuk ke dalam tindak pidana berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Aturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

“Ketika pihak desa cikupa tidak dapat membuktikan kepemilikan lahannya maka proses pengambil-alihan lahan pun menjadi ilegal, dengan mengerahkan aparat yang juga ilegal, yaitu aparat TNI dan POLRI yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak memiliki wewenang untuk melaksanakan penggusuran paksa,” ujar Rio.

BACA JUGA: Komisi III DPR RI Ungkap Perlunya Satgas Pangan Polri

Kuasa Hukum menyimpulkan tindakan penggusuran lahan oleh PT Langkah Terus Jaya dan Pihak Pemerintah Desa Cikupa yang di duga memperoleh back up dari aparat serta ormas, terhadap warga RT 01 RW 01 Desa cikupa, adalah tindakan sewenang-wenang, (Misbruik Van Standigheden) ilegal dan melawan hukum.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah Desa Cikupa dan Pemerintah Kabupaten Tangerang serta Pihak pengembang untuk tidak melakukan segala bentuk aktifitas sebelum adanya kesepakatan antara semua pihak.

“Selanjutnya kami juga akan mengajukan Laporan Informasi kepada Aparatur Penegak Hukum terkait adanya dugaan dan potensi penyelamuran serta penyelundupan hukum yang telah dilakukan oleh oknum – oknum yang terkait dengan persoalan dimaksud.”

“Selain Mengajukan Laporan Kepada Aparatur Penegak Hukum kami juga akan mengadukan persoalan ini kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan Perhatian Khusus terhadap persoalan yang saat ini terjadi,” tutup Rio menegaskan.

(Alfi/Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *